MAKALAH
FISIKA ENERGI TERBARUKAN
BIOETANOL
DARI SINGKONG
PUSPITA
ARIBAH LUTHFIYYAH
XII
MIA 3
TAHUN
AJARAN 2015/2016
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
tiada kata terindah yang dapat penulis haturkan selain rasa puji syukur
kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan hidayah yang telah diberikan-Nya,
baik itu nikmat sehat, nikmat waktu, dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah ini yang berjudul “Bioetanol dari Singkong”, yang merupakan tugas
mata pelajaran fisika. Salam dan Shalawat penulis kirimkan kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga, para sahabat dan orang-orang yang menjadi pengikut
setianya hingga akhir zaman.
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari berbagai
hambatan dan tantangan. Namun, berkat kerja keras dan dorongan dari keluarga
serta teman-teman akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena
itu, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih.
Semoga
makalah ini dapat berguna bagi banyak pihak terutama untuk pengembangan ilmu
pengetahuan.
Tangerang
selatan, 3 Maret 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
STUDI
PUSTAKA
Bioetanol
Singkong
Keunggulan Etanol dibandingkan
Bensin
Mikroorganisme pada Fermentasi
Bioetanol
Proses-proses dalam Pembuatan
Bioetanol
Alat-alat yang digunakan dalam
Pembuatan Bioetanol
STUDI
KASUS
Pembuatan Bioetanol dari Singkong
Langkah-langkah dalam Pembuatan
Bioetanol
Hasil Samping Pembuatan Bioetanol
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Salah
satu energi alternatif yang menjanjikan adalah bioetanol. Bioetanol adalah
biomassa yang bahan utamanya etanol dari tumbuhan dan umumnya menggunakan
proses fermentasi. Etanol atau Etil Alkohol C₂H₅OH
berupa cairan bening tak berwarna, terurai secara biologis (biodegradable),
toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi udara yang besar bila bocor.
Etanol yang terbakar menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air.
Etanol adalah bahan bakar beroktan tinggi yang dapat menggantikan timbale
sebagai peningkat nilai oktan dalam bensin. Dengan mencampur etanol dengan
bensin, akan mengoksigenasi campuran bahan bakar sehingga dapat terbakar lebih
sempurna dan mengurangi emisi gas buang (seperti karbonmonoksida).
Dewasa
ini, kebutuhan energi dunia semakin meningkat sementara persediaan energi dari
bahan bakar fosil yang selama ini diandalkan jumlahnya terbatas. Oleh karena
itu, diperlukan sumber energi alternatif yang mampu mengatasi krisi energi
tersebut. Salah satu sumber energi alternatif yang sedang dikembangkan adalah
bioetanol. Bioetanol dapat diproduksi dengan cara fermentasi glukosa
menggunakan ragi Saccharomyces cereviceae.
Etanol
banyak digunakan sebagai bahan bakar, pelarut antiseptik, bahan untuk
sterilisasi (sterilant), senyawa anti beku (antifreeze) dan digunakan
pula dalam bioindustri minuman beralkohol. Ini membuktikan kini cukup banyak
perhatian dialihkan pada fermentasi alkohol Saat ini banyak negara maju telah
mengalihkan perhatian pada beberapa sumber energi alternatif selain minyak,
antara lain adalah etanol. Penggunaan etanol sebagai sumber energi bukanlah hal
yang baru, karena teknologi ini telah dicoba di banyak negara. Selain itu,
etanol juga dimanfaatkan dalam banyak hal dankebutuhannya akan terus meningkat
di masa mendatang. Salah satu metode untuk memproduksi etanol adalah dengan
fermentasi. Sejumlah mikrobia yaitu khamir, bakteri dan jamur mempunyai
kemampuan untuk menghasilkan etanol yaitu dari genus Saccharomyces,
Kluyveromyces, Candida, Schwanniomyces, Endomycopsis,Pichia, Fusarium,
Rhizopus, Zymomonas, Clostridium, Thermoanae robium, dan Thermobacteriodes,
Aspergillus niger.
Sumber
bioetanol yang cukup potensial yang dikembangkan di Indonesia adalah singkong.
Singkong merupakan tanaman yang sudah dikenal lama oleh petani Indonesia,
walaupun bukan tanaman asli Indonesia. Singkong pertama kali didatangkan oleh
pemerintah colonial Belanda pada awal abad ke-19 dari Amerika Latin. Karena
sudah dikenal lama oleh petani Indonesia, pengembangan singkong untuk diolah
menjadi bahan baku bioetanol tidak terlalu sulit. Saat ini singkong banyak
diekpor ke AS dan Eropa dalam bentuk tapioka. Di Negara tersebut, singkong
dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pembuatan alkohol. Tepung tapioka juga
digunakan dalam industri lem, kimia dan tekstil. Indonesia merupan penghasil
singkong keempat di dunia. Dari luas area 1,24 juta hektar tahun 2005, produksi
singkong Indonesia sebesar 19,5 juta ton.
Di
dalam negeri, singkong biasanya hanya digunakan sebagai
pakan ternak dan bahan pangan tradisional setelah beras dan jagung. Karena itu,
harga singkong sangat fluktuatif dan tidak memberikan keuntungan yang memadai
bagi si petani. Pengembangan bioetanol diharapkan dapat menjadi solusi sumber
energi terbarukan sekaligus meningkatkan pendapatan para petani singkong.
Dengan langkah ini, harga singkong akan menjadi stabil sehingga memberikan
keuntungan yang cukup. Masalah krisis energi masa depan yang terbarukanpun akan
terselesaikan dan membawa indonesi menjadi Negara yang mandiri energi.
B.
Rumusan masalah
a. Apa
itu bioetanol?
b. Mengapa
“Singkong” dipilih sebagai bahan baku pembuatan bioetanol?
c. Apa
saja kandungan yang terdapat dalam singkong?
d. Apa
keuntungan bahan bakar bioetanol dibandikngkan dengan bahan bakar fosil?
e. Apa
saja alat yang digunakan untuk membuat bioetanol singkong?
f. Bagaimana
proses pembuatan bioetanol berbahan baku singkong?
C. Tujuan
1) Mengetahui
apa itu bioetanol.
2) Mengetahui
bahan-bahan potensial yang dapat diolah menjadi bioetanol.
3) Mengetahui
kandungan yang terdapat dalam singkong.
4) Mengetahui
proses pengolahan singkong menjadi bioetanol.
5) Menganalisis
perbandingan kadar bioetanol yang
dihasilkan singkong
6) Mengetahui
keuntungan bioetanol singkong dibandingkan dengan bahan bakar fosil.
BAB II
STUDI PUSTAKA
A. Bioetanol
Bioetanol sudah digunakan oleh manusia
sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Campuran
dari bioetanol yang mendekati kemurnian pertama kali ditemukan oleh kimiawan
muslim yang mengembangkan proses distilasi pada masa Khalifah Abbasid dengan
peneliti yang terkenal waktu itu. Sejak tahun 1908 mobil Ford model T sudah
menggunakan bioetanol sebagai bahan bakarnya. Namun, pada tahun 1920-an bahan
bakar dari petroleum yang harganya lebih murah menjadi dominan sehingga
bioetanol kurang mendapat perhatian. Akhir-akhir ini, dengan meningkatnya harga
minyak bumi bioenatol kembali mendapatkan perhatian dan telah menjadi
alternatif energi yang terus dikembangkan.
Bioetanol sering ditulis dengan
EtOH(ethylOH). Rumus molekul etanol adalah C2H5OH atau
rumus empiris C2H6O atau rumus bangunnya [CH3-CH2-OH].
Bioetanol merupakan kelompok metal (CH3-) yang terangkai pada
metilen (-CH2-) dan terangkai pada kelompok hidroksil (-OH).
Bahan baku pembuatan bioetanol ini
dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu:
a) Bahan
sukrosa
Bahan-bahan
yang termasuk dalam kelompok ini antara lain buih nira, tebu, nira kelapa, nira
aren, dan sari buah mete.
b) Bahan
berpati
Proses
pemutusan pati oleh enzim amylase. Bahan-bahan yang termasuk kelompok ini
adalah bahan-bahan yang mengandung pati atau karbohidrat.
c) Bahan
berselulosa (lignoselulosa)
Bahan
berselulosa (lognoselulosa) artinya bahan tanaman yang mengandung selulosa atau
serat, antara lain kayu, jerami, batang pisang, dan lain-lain.
Berdasarkan ketiga jenis bahan baku
tersebut, bahan berselulosa merupakan bahan yang jarang digunakan dan cukup
sulit untuk dilakukan. Hal ini karena adanya lignin yang sulit dicerna sehingga
proses pembentukan glukosa menjadi lebih sulit.
Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar
sebenarnya telah lama dikenal seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pada
tahun 1908 Henry Ford membuat mobil quardycycle dan sejak tahun 1908 mobil Ford
model T telah dapat menggunakan bioetanol sebagai bahan bakarnya. Namun,
penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati kurang diminati pada waktu itu,
karena keberadaan bahan bakar minyak yang lebih murah dan melimpah. Saat ini,
pasokan bahan bakar minyak semakin menyusut ditambah lagi dengan harga bahan
bakar minyak dunia yang melambung membuat bioetanol semakin diperhitungkan.
Bioetanol dapat digunakan pada kendaraan
bermotor tanpa mengubah mekanisme kerja mesin jika dicampurkan dengan bensin dengan
kadar bioetanol lebih dari 99,5%. Perbandingan bioetanol pada umumnya di
Indonesia baru penambahan 10% dari total bahan bakar. Pencampuran bioetanol
absolute 10% dengan bensin 90%, sering disebut Gasobol E-10. Gasobol adalah singkatan dari gasoline (bensin) dan
bioetanol. Bioetanol absolute memiliki angkan oktan (ON) 117, sedangkan premium
hanya 87.88. Gasobol E-10 secara proporsional memiliki ON 92 atau setara
pertamax. Pada komposisi ini bioetanol disebut sebagai oktan aditif yang paling
ramah lingkungan dan Negara-negara maju telah menggeser penggunaan Tetra Ethyl
Lead (TEL) maupun Methyl Tertiary Buthyl Eter (MTBE).
Bioetanol secara umum dapat digunakan
sebagai bahan bakar industri turunan alkohol, campuran bahan bakar untuk
kendaraa Grade Bioetanol harus berbeda sesuai penggunaannya. Bioetanol yang
mempunyai grade 90% - 96.5% volume digunakan pada industri, grade 96% - 99.5%
digunakan dalam campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Besarnya
grade bioetanol yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk kendaraan harus
benar-benar kering dan anhydrous agar tidak menyebabkan korosi, sehinggga
bioetanol harus mempunyai grade sebesar 99.5% - 100%.
Bioetanol yang digunakan sebagai bahan
bakar mempunyai beberapa kelebihan diantaranya lebih ramah lingkungan, karena
bahan bakar tersebut memiliki nilai oktan 92 lebih tinggi dari premium nilai
oktan 88, dan pertamax nilai oktan 94. Hal ini menyebabkan bioetanol dapat
menggantikan fungsi zat aditif yang sering ditambahkan untuk memperbesar nilai
oktan.
Zat aditif yang banyak digunakan seperti
metal tersier butyl eter dan Pb, namun zat aditif tersebut sangat tidak ramah
terhadap lingkungan dan bisa bersifat toksik. Bioetanol juga merupakan bahan
bakar yang tidak mengakumulasi gas karbondioksida dan relatif kompetibel dengan
mesin mobil berbahan bakar bensin. Kelebihan lain dari bioetanol ialah cara
pembuatannya yang sederhana yaitu fermentasi menggunakan organism tertentu.
B. Singkong
Singkong merupakan tanaman pangan dan
perdagangan. Sebagai tanaman perdagangan, singkong menghasilkan gaplek, tepung
singkong, etanol, gula cair, sorbitol, MSG, tepung aromatic, dan pellet.
Sebagai tanaman pangan, singkong merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar 500
juta manusia di dunia. Singkong merupakan penghasil kalori terbesar di
bandingkan dengan tanaman lain perharinya.
Selain
itu, singkong merupakan tanaman yang memiliki potensi bagus sebagai bioetanol.
No
|
Jenis Tanaman
|
Hasil panen pertahun (ton)
|
Etanol
|
|
1
|
Jagung
|
1-6
|
400-2500
|
|
2
|
Singkong
|
10-50
|
2000-7000
|
|
3
|
Tebu
|
40-120
|
3000-8500
|
|
4
|
Ubi jalar
|
10-40
|
1200-5000
|
|
5
|
Sargum
|
3-12
|
1500-5000
|
|
6
|
Sargum manis
|
20-60
|
2000-6000
|
|
7
|
Kentang
|
10-35
|
1000-4500
|
|
8
|
Bit
|
20-100
|
3000-8000
|
Tabel di atas menunjukan bahwa tebu merupakan tanaman
penghasil etanol dengan produktivitas tertinggi dan disusul oleh singkong. Bit
tidak dipertimbangkan karena tidak dapat berproduksi optimal di Indonesia
sehingga tidak ekonomis. Keunggulan singkong disbanding tebu adalah masa panen
singkong yang relatif lebih singkat dan biaya produksi lebih murah.
Sistematika tanaman ketela pohon /
ubi kayu adalah sebagai berikut:
Kingdom :Plantae
Divisi :Spermatophyta (tumbuhan biji)
Kelas :Dicotyledone (biji berkeping dua)
Odro :Eurphorbiules
Famili :Eurphobiuceae
Genus :Manihot
Spesies :Manihot utilissima Pohl
Ubi kayu sebagai bahan baku sumber
energi alternatif memiliki kadar karbohidrat sekitar 32-35% dan kadar pati sekitar 83.8% detelah diproses
menjadi tepung. Tanaman ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol dapat tumbuh di
lahan yang kurang subur serta masa panennya tidak tergantung pada musim
sehingga panennya dapat berlangsung sepanjang tahun. Oleh karena itu, dikatakan
bahwa ubi kayu merupakan bahan baku yang potensial untuk membbuat bioetanol.
Brazil merupakan pusat awal
sekaligus pusat keragaman singkong. Singkong tumbuh di daerah dengan rata-rata
suhu lebih dari 18˚C dengan
curah hujan di atas 500mm/tahun. Produktivitas singkong ditingkat petani adalah
14.3-18.8ton/ha. Walaupun data dari pusat penelitian melaporkan bahwa
produktivitasnya mampu mencapai 30-40ton/ha. Singkong sebagai bahan Fuel Grade
Ethanol (FGE) disarankan varietas yang memiliki sifat: berkadar pati tinggi,
potensi hasil tinggi, dan fleksibel dalam usaha tani dan umur panen. Ubi kayu
sebagai bahan bakar bioetanol mempunyai kelebihan yaitu dapat tumbuh pada lahan
yang kurang subur, mempunyai daya tahan tinggi terhadap penyakit dan dapat
diatur masa panennya.
Penggunaan ubi kayu sebagai bahan
baku bioetanol selama ini lebih banyak hanya memanfaatkan kandungan patinya,
sedangkan komponen-komponen lain seperti selulosa dan hemiselulosa yang juga
mempunyai potensi menghasilkan bioetanol belum dimanfaatkan secara maksimal.
Hal ini disebabkan dalam proses hidrolisisnya hanya menggunakan enzim-enzim
yang mampu menghidrolisis fraksi pati.
C. Keunggulan Etanol dibandingkan Bensin
Kontinuitas penggunaan bahan bakar
fosil (fosil fuel) memunculkan dua ancaman serius: (1) faktor ekonomi berupa
jaminan ketersediaan bahan bakar fosil untuk beberapa decade mendatang, masala
supply, dan harga. (2) polusi akibat pembakaran bahan bakar fosil ke
lingkungan.
Negara-negara yang menggunakan
etanol akan mengurangi ketergantungannya pada impor minyak asing, dan juga
mengurangi efek harga minyak yang tidak stabil. Produksi etanol dalam jumlah
besar di dalam negeri akan memastikan bahwa uang akan tetap berputar di dalam
negeri dan bukannya dibelanjakan pada minyak asing yang mahal. Tentu saja
peningkatan produksi etanol dalam negeri juga akan menciptakan lebih banyak
pekerjaan, dan juga sangat mungkin akan menurunkan harga bahan bakar.
Pembakaran etanol lebih bersih
daripada bahan bakar fosil yang berarti mengurangi emisi gas rumah kaca. Hal ini
merupakan keuntungan etanol yang paling signifikan bagi lingkungan dibandingkan
dengan bahan bakar fosil.
D.
Mikroorganisme
pada Fermentasi
Alkohol dapat diproduksi dari
beberapa bahan secara fermentasi dengan bantuan mikroorganisme, sebagai
penghasil enzim zimosa yang mengkatalis reaksi biokimia pada perubahan substrat
organic. Mikroorganisme yang dapat digunakan untuk fermentasi terdiri dari
yeast (ragi), khamir,jamur, dan bakteri. Mikroorganisme tersebut tidak
mempunyai klorofil, tidak mampu memproduksi makanannya dengan cara fermentasi,
dan menggunakan substrat organic untuk sebagai makanan.
Saccharomyces
cereviseae lebih banyakdigunakan untuk
memproduksi alkohol secara komersial dibandingkan dengan bakteri dan jamur. Hal
ini disebabkan karena Saccharomyces cereviseae dapat memproduksi alkohol
dalam jumlah besar dan mempunyai toleransi pada kadar alcohol yang tinggi.
Kadar alcohol yang dihasilkan sebesar 8-20% pada kondisi optimum. Saccharomyces
cereviseae yang bersifat stabil, tidak berbahaya atau menimbulkan racun,
mudah di dapat dan malah mudah dalam pemeliharaan. Bakteri tidak banyak
digunakan untuk memproduksi alkohol secara komersial, karena kebanyakan bakteri
tidak dapat tahan pada kadar alkohol yang tinggi.
E. Proses-proses dalam Pembuatan Bioetanol
1.
Likuifikasi
Proses likuifikasi merupakan membuat bahan menjadi cair, atau mencairkan
bahan tersebut. Dalam proses ini digunakan bahan tambahan yaitu enzim alfa
amylase. Pada kondisi ini tepung akan mengalami gelutinasi (mengental seperti
jelly). Pada kondisi optimum enzim alfa amylase bekerja memecahkan struktur
tepung secara kimia menjadi gula kompleks. Amilase merupakan enzim yang memecah
pati atau glikogen dimana senyawa ini banyak terdapat dalam hasil tanaman dan
hewan. Amilase dapat dibedakan menjadi 3 golongan enzim:
·
Α-amilase yaitu enzim yang memecah pati secara acak dari
tengah atau bagian dalam molekul.
·
Β-amilase yaitu yang memecah unit-unit gula dari
molekul pati.
·
Glukoamilase
yaitu enzin yang dapat memisahkan glukosa dari terminal gula pereduksi
substrat.
Dalam penelitian ini, digunakan
enzim α-amilase.
Enzim α-amilase
adalah salah satu enzim pemecah pati. Enzim α-amilase menghidrolisis ikatan alpha 1,4 glikosida baik
pada amilosa maupun amilopektin secara acak. Karena pengaruh aktivitasnya, pati
terputus-putus menjadi dekstrin dengan rantai sepanjang 6-10 unit glukosa,
maltose, dan ikatan lain yang lebih panjang. Hidrolisis amilosa oleh α-amilase
terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama adalah degradasi amilosa menjadi
maltose dan maltriosa yang terjadi secara acak, sangat cepat dan diikuti dengan
penurunan viskositas. Tahap kedua merupakan tahap degradasi yang relatif lebih
lambat yaitu pembentukan glukosa dan maltose sebagai hasil akhir, dimulai dari
ujung pereduksi secara teratur (Winarno,1983).
Kerja α-amilase pada molekul amilopektin akan menghasilkan
glukosa dan oligosakarida (Winarno,1983). Enzim α-amilase yang diperoleh dari mikroba umumnya stabil
pada pH 5.5-8.0 dan suhu optimumnya bervariasi bergantung pada sumber enzim
tersebut.
Penggunaan α-amilase dalam proses hidrolisis pati sering juga
disebut likuifikasi, karena adanya penurunan viskositas dengan cepat, dan
kecepatan bervariasi untuk berbagai substrat. Enzim α-amilase dapat diisolasi dari berbagai sumber
mikroorganisme seperti Aspergilus oryzae,
Aspergilus niger, Bacillus subtilis, dan sebagainya. Khusus α-amilase dari
Bacillus substilis, merupakan sumber
sumber terpenting dalam proses likuifikasi di industri, karena α-amilase dari
mikroorganisme ini mampu bereaksi pada temperatur yang tinggi di atas
temperatur gelatiniasasi dari granula pati. Dalam hidrolisis pati, α-amilase
menghasilkan dekstrin yang merupakan substrat untuk tahap lanjutnya.
2.
Sakarifikasi
Proses sakarifikasi adalah proses pemecahan gula kompleks menjadi gula
sederhana dengan bantuan enzim yang dapat memisahkan glukosa dari terminal gula
non pereduksi substrat. Ragi tidak dapat langsung memfermentasi pati. Oleh
karena itu diperlukan tahap sakarifikasi, yakni perubahan pati menjadi maltose
atau glukosa menggunakan enzim atau asam. Dengan memanfaatkan enzim pengurai
pati dari mikroorganisme, konversi pati untuk menghasilkan maltose dan dekstrin
yang tidak terfermentasi terjadi karena hidrolisis enzimatis. Komposisi kimia
dari pati adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer dari
glukosa yang merupakan rantai lurus dan secara kuantitatif amilosa dapat
dihidrolisis menghasilkan maltose, sedangkan amilopektin hanya akan
terhidrolisis sebagian.
3.
Fermentasi
Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi etanol
(alkohol) dengan menggunakan yeast. Fermentasi adalah suatu proses oksidasi
karbohidrat anaerob jenuh atau anaerob sebagian. Dalam suatu proses fermentasi
bahan pangan seperti natrium klorida bermanfaat untuk membatasi pertumbuhan
sebagian besar organism yang lain. Suatu fermentasi yang busuk adalah
fermentasi yang mengalami kontaminasi, sedangkan fermentasi yang normal adalah
perubahan karbohidrat menjadi alkohol. Manusia memanfaatkan Sacchamyces cereviceaeuntuk
melangsungkan fermentasi, baik dalam makanan maupun dalam minuman yang
mengandung alkohol. Jenis mikroba ini mampu mengubah cairan yang mengandung
gula menjadi alkohol dan gas CO2 secara cepat dan efisien.
Saccharomyces cereviceae merupakan mikroba yang paling banyak digunakan
pada fermentasi alkohol karena dapat berproduksi tinggi, tahan terhadap kadar
alkohol yang tinggi, tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap melakukan
aktivitasnya pada suhu 4-32˚C. proses metabolism pada Saccharomyces cereviceae
merupakan rangkaian reaksi yang terarah yang berlangsung pada sel. Pada proses
ini terjadi serangkaian reaksi yang bersifat merombak suatu bahan tertentu dan
menghasilkan energi serta serangkaian reaksi lain yang bersifat menyintesis
senyawa-senyawa tertentu dengan menghasilkan energi. Saccharomyces cereviceae
sebenarnya tidak mampu langsung melakukan fermentasi terhadap makromolekul
seperti karbohidrat, tetapi karena mikroba tersebut memiliki enzim yang
disekresikan mampu memutuskan ikatan glukosida sehingga dapat difermentasi
menjadi alkohol atau asam.
Alkohol yang diperoleh pada proses ini biasnya alkohol dengan kadar 8
sampai 10 persen volume. Sementara itu, bila fermentasi tersebut digunakan
bahan baku gula, pembuatan etanol dapat dengan cepat. Pembuatan etanol dengan
bahan baku gula tersebut juga memiliki keuntungan tersendiri yaitu memerlukan
bak fermentasi yang lebih kecil. Etanol yang dihasilkan proses fermentasi
tersebut perlu ditingkatkan kualitasnya dengan membersihkannya dari zat-zat
yang tidak diperlukan.
4.
Destilasi
Destilasi adalah suatu proses penguapan dan pengembunan kembali yang
dilakukan untuk memisahkan campuran dua tau lebih zat cair ke dalam
fraksi-fraksinya berdasarkan perbedaan titik didih. Pada umumnya, pemisahan
hasil fermentasi glukosa menggunakan system uap-cairan dua terdiri dari
komponen-komponen tertentu yang mudah tercampur.
Sebagaimana diketahui di atas, untuk memurnikan bioetanol menjadi bahan
bakar berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar.
Alkohol hasil fermentasi yang mempunyai kemurnian sekitar 40% harus melewati
proses detilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan mempertimbangkan
perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali.
Kadar etanol tidak dapat mencapai level di atas 18 hingga 21 persen sebab
etanol dengan kadar tersebut bersifat toksik pada ragi yang memproduksi etanol
tersebut sehingga perlu dilakukan destilasi.
F. Alat-alat yang Digunakan dalam Pembuatan Bioetanol
Fungsi alat yang digunakan dalam
pembuatan bioetanol
1)
Mesin
penggiling, berfungsi untuk menghaluskan bahan baku, dapat dibeli ditoko
penjual alat-alat industri.
2)
Tangki
pemasak, berfungsi untuk memasak dan mengaduk bahan baku sebelum dimasukkan ke
alat penukan panas (heat exchanger), dapat dibuat dari drum bekas.
3)
Alat penukar
panas, berfungsi untuk mendinginkan bahan baku (saat proses sakarifikasi) lebih
cepat, dapat dibuat dari stainless steel.
4)
Tangki
fermentasi, berfungsi untuk menghasilkan etanol kadar 6-12%. Dapat dibuat dari
drum bekas maupun tangki stainless steel.
5)
Evaporator,
berfungsi untuk menguapkan etanol yang akan dialirkan kea lat destilasi. Dibuat
dari stainless steel. Untuk mengatur evaporator pada alat ini dipasang
thermostat (alat pengatur temperatur).
6)
Alat
destilasi, berfungsi untuk mengondensasikan uap etanol menjadi etanol cair.
Dapat dibuat dari drum bekas maupun stainless steel. Pipa kecil berbentuk
spiral (untuk membentuknya digunakan alat curving pliers) terbuat dari tembaga.
BAB III
A. Pembuatan Bioetanol dari Singkong
1.
Persiapan
Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan adalah ubi kayu
(singkong). Singkong yang telah dikupas dan dibersihkan dihancurkan untuk
memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik.
2.
Hidrolisis
Hidrolisis
merupakan tahap konversi pati menjadi glukosa. Dalam tahap ini terdapat dua
tahap, yaitu: tahap likuifikasi dan tahap sakarifikasi.
a.
Likuifikasi
Dalam proses
likuifikas, bahan baku ubi kayu dicampur air sehingga menjadi bubur yang
diperkirakan mengandung pati 27-30 persen. Kandungan karbohidrat berupa tepung
atau pati pada bahan baku singkong dikonversi menjadi gula kompleks menggunakan
enzim alfa amilase melalui proses pemanasan pada suhu 90˚C. pada
kondisi ini tepung akan mengalami gelatinasi. Pada kondisi optimum enzim alfa
amilase bekerja memecahkan tepung secara kimia menjadi gula kompleks. Proses
likuifikasi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses
berubah menjadi lebih cair seperti sup.
b.
Sakarifikasi
Tahap
sakarifikasi merupakan tahap pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana
yang dilakukan pada sebuah tabung pada rangkaian peralatan untuk produksi
bioetanol. Sakarifikasi melibatkan proses sebagai berikut:
a)
Pendinginan bubur sampai suhu
optimum enzim sakarifikasi bekerja.
b)
Pengaturan pH optimum enzim.
c)
Penambahan enzim glukoamilase secara
tepat.
d)
Mempertahankankan pH dan temperatur
pada rentang suhu 50-60 ˚C sampai proses sakarifikasi
selesai.
3.
Fermentasi
Hasil dari
fermentasi berupa cairan yang mengandung alkohol berkadar rendah 7-10 %. Pada
kadar etanol 10% ragi menjadi tidak aktif karena kelebihan alkohol yang akan
berakibat racun bagi ragi itu sendiri dan mematikan aktivitasnya.
4.
Destilasi
Produk hasil
fermentasi mengandung alkohol dengan kadar yang rendah disebut bird an sebab
itu perlu dinaikkan konsentrasinya dengan jalan destilasi bertingkat. Bir
mengandung 8-10% alkohol. Maksud proses destilasi ini adalah untuk memisahkan
etanol dari campuran etanol air. Untuk larutan yang terdiri dari
komponen-komponen yang berbeda suhu didihnya, dan destilasi merupakan cara
paling mudah dioperasikan dan juga merupakan cara pemisahan yang secara thermal
efisien. Pada tekanan atmosfer, air mendidih pada 100˚C dan etanol
mendidih pada suhu sekitar 77˚C. perbedaan titik didih inilah yang
memungkinkan pemisahan campuran etanol air.
5. Dehidrasi
B.
Langkah-langkah dalam Pembuatan
Bioetanol
Dalam pembuatan bioetanol dari singkong,
langkah-langkah yang dilakukan adalah :
1.
Singkong sebagai bahan baku dikupas
terlebi dahulu dan digiling sehingga ukurannya mengecil.
2.
Singkong masuk ke tahap pemasakan
yaitu likuifikasi. Bahan baku ditambah air, dipanaskan pada suhu 90-95˚C. Selama
pemanasan ditambah enzim alfa amilase yang bekerja memecah struktur tepung
secara kimia menjadi gula kompleks. Pada kondisi ini bahan akan mengalami
gelatinasi (mengental seperti jelly). Proses ini selesai dengan ditandai telah
menjadi cair seperti uap.
3.
Sakarifikasi, setelah didinginkan
dari likuifikasi hingga suhu 60˚C, lalu ditambah enzim glukoamilase
yang berfungsi memecah molekul kompleks menjadi sederhana.
4.
Kemudian tahap fermentasi, untuk
mengkonversi gula menjadi etanol dan CO2. Fermenentasi dilakukan
dengan mencampurkan ragi pada cairan bahan baku tersebut dan mendiamkannya
dalam wadah tertutup pada kisaran suhu optimum.
5.
Kemudian masuk pada tahap pemisahan,
destilasi untuk memisahkan etanol dalam cairan hasil fermentasi. Dalam proses
destilasi, pada suhu 78 derajat Celsius (setara dengan titik didih alkohol)
etanol akan menguap lebih dulu daripada air. Uap etanol di dalam destilator
akan dialirkan kebagian kondensor sehingga terkondensasi menjadi cairan etanol.
Lalu, diperoleh kadar etanol sebesar 10%.
6.
Dehidrasi, tahapan ini dilakukan
agar kandungan air di dalam produknya berkurang. Tahapan ini dapat dilakukan
dengan katalis zeolt sintetis. Zeolt adalah mineral yang memiliki pori-pori
berukuran sangat kecil, dan dapat menyerap air. Dan kadar etanol yang diperoleh
setelah melalui tahap ini sebesar 99.7%.
C.
Hasil Samping Pengolahan Bioetanol
Akhir proses penyulingan etanol menghasilkan limbah
padat dan cair. Untuk memmisahkan efek terhadap pencemaran lingkungan, limbah
padar dengan proses tertentu diubah menjadi pupuk kalium, bahan pembuatan
biogas, kompos, bahan dasar obat nyamuk bakar dan pakan ternak. Sedangkan limbah
cair diproses menjadi pupuk cair. Dengan demikian produsen bioetanol tidak
perlu khawatir tentang isu berkaitan dengan dampak lingkungan.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bioetanol dari bahan bergula atau berpati seperti
singkong atau ubi kayu, tebu, nira, sorgum, ubi jalar dan lain-lain.
Cara membuat bioetanol dengan proses penggilingan
bahan baku, likuifikasi, sakarifikasi, fermentasi, destilasi dan dehidrasi.
B.
Saran
Dengan melimpahnya produksi singkong di Indonesia,
bioetanol adalah sumber energi terbarukan yang sangat mungkin diproduksi
massal. Selain mengurangi ketergantungan Negara terhadap bahan bakar fosil yang
semakin lama jumlahnya semakin berkurang, bahan bakar bioetanol ini dapat
meningkankat pendapatan petani yang akan berdampak pada meningkatnya
perekonomian masyarakat. Dampak yang ditimbulkan bioetanolpun ramah terhadap
lingkungan, sehingga diharapkan pemerintah dapat lebih serius untuk bisa
menjadikan bioetanol sebagai bahan bakar pengganti di Indonesia ini.
DAFTAR
PUSTAKA
majalahenergi.com/forum/energi-baru-dan-terbarukan/bioenergy/pengembangan-bioethanol-berbahan-singkong-sebagai-bahan-bakar
elitabmas.itn.ac.id
0 Response to "Makalah Fisika: Energi Terbarukan Bioetanol dari Singkong"
Posting Komentar